Kisah Perjalanan Satria “Otot Kawat
Balung Wesi”
Maka
setelah menyadari kesalahannya, Narada segera mencari Arjuna yang sebenarnya
karena Karna telah tlah pergi entah kemana. (Ya inilah ceritanya … walau secara
logis sebenarnya Narada tentu sanggup untuk mengejar Karna dan meminta kembali
senjata pusaka yang telah salah diberikannya itu … sementara diterima saja dulu
ceritanya he he he)
Dan
setelah bertemu dengan Arjuna kemudian diceritakan kejadian sebenarnya, maka
segera Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertarungan pun
terjadi. Karena memang hanya sekedar ingin mempertahankan senjata yang telah
diperolehnya, maka Karna meloloskan diri dengan membawa senjata Konta, walaupun
sarung pembungkus pusaka tersebut telah berhasil direbut Arjuna. Namun hal itu
sudah cukup berdasarkan informasi yang diberikan Narada bahwa sarung pusaka
Konta tersebut terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa juga dipergunakan
untuk memotong tali pusar Tetuka.
Dan
keajaibanpun terjadi ! Sarung senjata tadi musnah dan bersatu dalam perut saat
digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Hal tersebut tentu mengundang tanda
tanya dan gundah yang hadir disitu. Namun Kresna yang ikut serta
menyaksikannya, berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba adalah positif karena
akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Tapi kelanjutan ramalannya kemudian membuat
yang hadir merasa was was, bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik
senjata Konta saat “senjata bersatu kembali dengan warangkanya”.
Berkisah
tentang Gatot kaca adalah menceritakan tentang kepahlawanan seorang satria yang
mengabdikan diri untuk kejayaan negaranya yaitu Pringgodani dan Amarta, negri
para pamannya. Namun tentu saja tak ada gading yang tak retak, pada kisah
“Kalabendana Lena”, Gatot kaca melakukan kesalahan fatal saat membunuh pamannya
sendiri yang sangat mencintai dan dicintainya hanya karena salah paham dan
kejujuran Kalabendana di satu sisi dan rasa cintanya kepada adik sepupunya
Abimanyu di sisi lain.
Dasanama
Gatot kaca menurut pedhlangan diantaranya : Kacanegara (sebagai teladan akan
cintanya kepada negara), Jabang Tetuka, Purubaya (satria tangguh menghadapi
bahaya apapun), Bimasiwi (anak dari Bima), Arimbiatmaja (anak dari Arimbi),
Kancingjaya (sering berperan sebagai kunci kemenangan dalam setiap peperangan)
, Krincingwesi, Guritna, Guruputra, Suryanaradha. Adapun Gatot kaca mempunyai
tiga anak dari istri-istrinya, yaitu : Dèwi Sumpani atau Dèwi Sumpaniwati,
berputra Raden Arya Jayasumpena, Dèwi Pregiwa (putri dari Arjuna dengan Dewi
Manuhara, anak Bagawan Sidik Wacana dari pertapaan Andongsumiwi) berputra
bernama Raden Sasikirana, dan Dèwi Suryawati, anaknya bernama Raden Suryakaca.
<<< ooo >>>
Beberapa lakon yang melibatkan
Gatotkaca, diantaranya :
Lakon “Gatot kaca Lair”
Saat
masih bayi Gatot kaca dijadikan jago Kadewatan untuk membinasakan Prabu Pracona
dan patihnya, Sakipu, yang mengamuk di Jonggringsaloka karena pinangannya
memperistri Bathari Prabasini, ditolak Bathara Guru. Sebelum diadu perang,
lebih dulu Gatot kaca dimasukkan kedalam Kawah Candradimuka dan diaduk dengan
berbagai jenis senjata milik para dewa. Atas jasanya tersebut, ia mendapat
anugrah dewata berupa tiga pusaka sakti, yaitu : Baju/Kutang Antakusuma, Caping
Basunanda, dan Sepatu Pada Kucarma,
Lakon “Pregiwa – Pregiwati”
Endang Pregiwa dan Endang Pergiwati
adalah dua anak dari Arjuna dengan Endang Manuhara.
Sebenarnya
lakon ini dapat juga diikutkan dalam lakon “Abimanyu Krama” dimana Prabu Kresna
mewajibkan pengantin pria didampingi oleh patah sakembaran bagi siapa saja yang
berniat melamar Siti Sundari.
Ada
cerita yang menarik yang mungkin jarang diangkat terkait dengan tokoh Pergiwa–
Pergiwati, yaitu cantrik Janaloka. Cantrik berarti murid dari seorang pandita
atau begawan yang biasanya belajar kepada gurunya disuatu tempat tertentu atau
pertapaan. Saat Pergiwa dan Pergiwati berniat untuk mencari ayahnya ke
Madukara, tentu saja ibunya, Endang Manuhara, dan juga kakeknya Bagawan Sidik
Wacana dari pertapaan Andongsumiwi, tidak membiarkannya berpergian sendiri saja.
Oleh karenanya kemudian disuruhlah cantrik Janaloka untuk mendampingi
perjalanan kedua perempuan itu. Namun Bagawan Sidik Wacana mengingatkan kepada
cantrik Janaloka akan satu hal, bahwa Janaloka tidak boleh melanggar tata krama
terhadap Pergiwa dan Pergiwati dan bila hal tersebut dilanggarnya maka dia akan
menerima malapetaka berupa kehilangan tempat berteduh, bakal merasa dahaga dan
lapar terus dan kelak matinya akan teraniaya dikeroyok oleh orang banyak hingga
tubuhnya dhedhel dhuwel atau mati diranjap.
Nasehat dan peringatan ini
disampaikan tidak lepas dari “penerawangan” wasis sang begawan yang mampu
melihat kedalam hati cantriknya Janaloka yang begitu mengagumi kecantikan dan
kekenesan sosok Pergiwa Pergiwati. Dan dengan keyakinan penuh Janaloka menyetujui
dan berjanji bakal menjaga Pergiwa dan Pergiwati sampai dapat berjumpa dengan
ayahnya di Madukara. Namun apa yang terjadi kemudian ?
Sumber: Werkudara (6) _ wayangprabu.com.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar