Puji syukur kehadirat Allah yang
telah menurunkan utusan-Nya Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk
dan jalan paling terang kepada umat manusia di bumi ini, yaitu agama Islam.
Pada diri Nabi Muhammad SAW dapat kita temukan suri tauladan terbaik bagi
seluruh manusia. Tutur katanya, perilakunya, kebijaksanaannya, semua tingkah
lakunya di dunia ini membawa kebaikan dan contoh yang baik bagi setiap manusia
di bumi ini.
Berkat kesabaran dan kasih sayang
beliaulah kita sampai saat ini dapat menjadi seorang muslim seutuhnya yang
bebas memeluk agama Islam secara merdeka. Perjuangan beliau dalam menyebarkan
ajaran Islam yang suci dan indah ini sudah tidak dapat diragukan lagi. Caci
maki, kekerasan fisik dan psikis sering dialami beliau karena keikhlasan beliau
dalam menyampaikan kebaikan. Cinta beliau kepada Allah dan para umat Islam
membuat beliau lupa akan semua rasa perih dan sakit yang beliau terima dan
rasakan.
Sebelum kepergiannya, beliau telah
meninggalkan begitu banyak suri tauladan yang baik yang dapat kita jadikan
pedoman hidup agar dapat menjadi seorang muslim yang kaffah dan seutuhnya.
Salah satunya adalah ketujuh pesan beliau kepada salah seorang sahabat, Abu Dzar
Al-Ghifari. Ketujuh wasiat tersebut adalah:
1. Mencintai orang miskin
Beliau memerintahkan kita seluruh
umat Islam agar senantiasa untuk mencintai orang miskin. Orang-orang miskin
yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang hidupnya tidak berkecukupan dan
tidak mempunyai harta untuk mencukupi kehidupannya, dan mereka tidak mau
meminta-minta untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Wasiat ini berlaku umum untuk
seluruh umat Islam. Yang dimaksud dengan mencintai adalah lebih kepada sikap
dan perlakuan kita terhadap orang-orang miskin. Kita dituntut untuk berlaku
tawadhu, duduk bersama mereka, menolong mereka, serta turut bersabar bersama
mereka. Menolong dan berbagi dengan mereka, adalah salah satu bukti paling
nyata dan kongkret dari rasa cinta kita terhadap orang miskin. Berbagi dan
menolong terhadap sesama tentu saja akan mendatangkan Ridha-Nya dan kasih
sayang-Nya, seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
“Barangsiapa menghilangkan
kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu
kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang-orang
yang dililit utang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan di akhirat.”
Ingin ditolong Allah pada hari akhir
nanti? Maka bergiatlah untuk menolong sesama, terutama menolong orang-orang
miskin, agar senantiasa mendapatkan pertolongan dan kasih sayang-Nya. Sesama
hidupnya, Rasulullah SAW pun selalu mencintai orang-orang miskin dan dekat
dengan mereka. Rasulullah pun selalu menghimbau dan mengajak para sahabatnya
agar selalu mencintai mereka yang mengalami kekurangan dari segi ekonomi.
Dalam suatu riwayat Ibnu ‘Umar
disebutkan pada satu hari bahwa salah seorang dari kaum Muhajirin yang miskin
menceritakan kepada Rasulullah, betapa beruntungnya mereka yang memiliki
kekayaan harta, karena dapat beribadah dan beramal lebih banyak melalui harta
mereka. Mendengar hal itu, Rasulullah pun bersabda: “Wahai orang-orang yang
miskin, aku akan memberikan kabar gembira kepada kalian, bahwa orang mukmin
yang miskin akan lebih dahulu masuk surga daripada orang mukmin yang kaya,
dengan tenggang waktu setengah hari, itu sama dengan lima ratus tahun. Bukankah
Allah berfirman: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu
tahun menurut perhitunganmu”.
Lalu, bagaimana bisa seorang yang
miskin akan lebih dahulu masuk surga? Padahal bisa dibilang orang yang memiliki
hartalah yang lebih banyak beramal dan bersedekah. Rasulullah pun menjawab,
orang-orang yang memiliki harta akan menyusul orang-orang miskin untuk memasuki
surga, karena mereka harus melalui proses pertanggungjawaban dan perhitungan
dari harta-harta yang mereka miliki dan mereka pakai selama mereka hidup di
dunia ini. Maka, sungguh begitu banyak ladang amal yang telah Allah sediakan di
muka bumi ini, salah satunya yaitu mengasihi dan menyayangi orang-orang miskin.
2. Melihat pada orang yang lebih
rendah dalam hal materi dan penghidupan
Jauh dari syukur, itulah sifat dasar
dari manusia, oleh karena itu Rasulullah memerintahkan umat Islam untuk melihat
kepada orang yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan, agar kita
senantiasa berterimakasih dan bersyukur atas segala sesuatu yang telah Allah
berikan kepada kita. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Lihatlah kepada orang
yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena
yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah
diberikan kepadamu” (HR. Bukhari)
Melalui hadits ini Rasulullah
mengingatkan kita agar tidak melihat kepada orang-orang yang hidupnya berada di
atas kita, orang-orang yang hidupnya bergelimang harta dan memiliki kekayaan
yang melimpah, karena demi Allah, keindahan dan kenikmatan benar-benar
menyilaukan dan memukau bagi siapa saja yang lupa untuk berterima kasih dan
beriman kepada Allah SWT. Dengan melihat kepada orang yang berada di bawah
kita, kita akan merasa berterima kasih dan menyadari begitu banyak nikmat yang
telah diberikan-Nya sampai saat ini. Nikmat dan karunia sekecil apapun, jika
disyukuri maka akan terasa begitu indah.
Namun, dalam hal beribadah justru
sebaliknya, kita dianjurkan untuk melihat kepada mereka yang berada di atas
kita, mereka yang ibadah dan akhlaknya lebih baik dari kita. Mengapa demikian?
Hal ini akan memotivasi kita dan membuat kita senantiasa untuk berlomba-lomba
dalam hal kebaikan dan meraih Ridha-Nya. Sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW: “Dan untuk yang demikian itu, hendaknya orang berlomba-lomba”
(QS. Al-Muthaffifin [83]: 26)
3. Menyambung silaturahim
Silaturahim adalah ibadah yang mulia
dan memberikan banyak berkah bagi siapa pun yang melakukannya. Silaturahim
merupakan fitrah dan kebutuhan manusia, karena seperti apa yang telah kita
dapat dari pelajaran IPS semasa di sekolah, manusia adalah makhluk sosial yang
tidak bisa hidup sendiri, dan senantiasa berinteraksi dan bersosialisasi dengan
sesama manusia. Maka, silaturahim merupakan salah satu ibadah yang paling
dianjurkan dan diwajibkan dalam Islam. Seperti peringatan dan ancaman-Nya dalam
firman “Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di
muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang
dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka, dan dibutakan-Nya penglihatan
mereka.” (QS. Muhammad [47]: 22-23)
Maka, di zaman modern yang semakin
memudahkan kita untuk berkomunikasi, rasanya tidak ada lagi alasan untuk tidak
menyambung silaturahim kepada sesama saudara. Karena, menyambung tali
silaturahim memiliki banyak manfaat, rahmat dan kebaikan dari Allah senantiasa
tercurah kepada mereka yang senantiasa menyambung tali silaturahim, silaturahim
juga merupakan sebab pentingnya seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api
neraka. Selain itu, silaturahim juga merupakan tanda ketaatan dan amalan yang
mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya, Allah SWT.
4. Memperbanyak ucapan “La Haula
Walaa Quwwata Illa Billah”
La haula walaa quwwata illa billah (tidak ada daya dan upaya kecuali dari pertolongan Allah),
sebuah kalimat yang mengingatkan kita bahwa sudah semestinya sebagai hamba yang
lemah kita senantiasa dan meyakini bahwa segala sesuatu yang kita lakukan
terjadi karena kehendak dan kuasa-Nya. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi
ini, baik yang besar maupun kecil, semuanya terjadi karena kehendak-Nya, maka
tidaklah pantas kita sebagai manusia merasa sombong dan takabur. Kalimat ini
juga mengingatkan kita bahwa hanya Allah lah satu-satunya tempat kembali dan
meminta, tiada daya dan kekuatan yang dapat menandingi atau menyamai kekuatan
serta kehendak-Nya.
Ketika seorang hamba mengucapkan
kalimat La haula walaa quwwata illa billah dengan sepenuh hati, berarti
bahwa hamba tersebut telah mengakui ketidakberdayaan dan kelemahannya di
hadapan Allah SWT, tiada kesombongan sedikit pun terbesit bagi mereka yang
telah mengucapkan kalimat ini dengan sepenuh hati dan jiwa.
5. Berani berkata benar meskipun
pahit
Berkata benar, terkadang memang
terasa sulit, terlebih jika kebenaran tersebut adalah kebenaran yang terasa
pahit untuk diucapkan dan disampaikan. Berbagai alasan pun melatarbelakangi hal
ini, mulai dari rasa sungkan, atau rasa segan karena yang sedang kita hadapi
adalah orang yang memiliki derajat atau kedudukan lebih tinggi. Hal ini, tentu
saja bertentangan dengan apa yang Rasulullah sabdakan: “Jihad yang paling
utama ialah mengatakan kalimat yang haq (benar) kepada penguasa yang zhalim”.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk
menyampaikan kebenaran kepada atasan, pemimpin atau penguasa yang bathil. Cara
yang dilakukan secara perlahan dan baik-baik tentu akan lebih “ampuh”
dibandingkan dengan cara kekerasan dan “kengototan” kita dalam menyampaikan
kebenaran. Penyampaian secara persuasif akan jauh lebih efektif, karena Islam
memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyampaikan nasihat. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa,
janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya
lalu menyendiri dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka
itu yang terbaik. Dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka
sungguh ia telah menjalankan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya”.
6. Tidak takut celaan ketika
berdakwah di jalan Allah
Berbagai cobaan dan siksaan yang
menimpa Rasulullah ketika berdakwah tentu tidak diragukan lagi kebenarannya.
Cobaan dan siksaan yang begitu perih dan pedih dialami oleh Rasulullah dan para
sahabat-Nya dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam, namun hal itu tidak sedikit
pun membuat mereka gentar dan takut, karena mereka percaya dengan janji Allah
yang begitu manis dan indah.
Dakwah, sedari dulu, memang bukan
hal yang mudah dan pasti akan mengalami banyak hambatan dan cobaan. Hambatan,
rintangan, dan perlawanan tentu akan datang dari mereka yang tidak menyukai
melihat Islam berjaya. Hambatan dan rintangan yang berat ini bukan tidak
mungkin akan menyurutkan langkah kita dalam berdakwah, namun Rasulullah
mengajarkan kepada kita untuk tetap bersikap berani dan pantang menyerah dalam
menyampaikan kebaikan (QS. Al-Ahzaab [33]: 39).
Allah begitu mencintai siapa pun
yang mengutarakan kebenaran dari ajaran-Nya, seperti yang Allah sampaikan dalam
surat Al-Maidah [5]: 54. Jaminan mendapatkan surga pun telah dijanjikan-Nya
bagi siapa pun yang berdakwah di jalan-Nya. Dakwah memanglah tidak mudah, maka
dakwah harus dilakukan semata untuk mendapatkan Ridha-Nya agar kita tidak
dengan mudah berhenti dan keluar dari barisan dakwah yang begitu mulia ini.
7. Tidak meminta-minta
Meminta-minta adalah perbuatan yang
sama sekali tidak mencerminkan sikap dan jiwa dari seorang muslim yang baik.
Meminta-minta adalah haram hukumnya dalam Islam, karena Islam mengajarkan
setiap umatnya untuk senantiasa berusaha dan berjuang untuk mendapatkan apa
yang diinginkan. Hidup memanglah tidak mudah dan membutuhkan perjuangan yang
besar untuk dapat tetap bertahan, oleh karena itu Islam mengharamkan hal ini
dan mendidik setiap umatnya agar dapat menjadi manusia yang tangguh dan tidak
bermental “peminta-minta”.
Meminta-minta diperbolehkan jika
untuk keperluan yang berkenaan dengan keperluan dan kepentingan umum umat
Islam, seperti untuk pembangunan sarana peribadatan, pendidikan bantuan untuk
fakir-miskin dan anak-anak yatim. Namun, semua hal tersebut pun harus dilakukan
sesuai dengan prosedural yang berlaku, tidak dapat dilakukan secara sembarangan
dan tanpa aturan.
Mental seorang muslim adalah mental
seorang muslim yang tangguh dan tidak mudah menyerah serta rela berjuang keras
untuk mendapatkan dan mencapai impiannya, bukan dari meminta-minta dan sekedar
berpangku tangan.
Demikian lah ke tujuh wasiat
Rasulullah yang disampaikan kepada Abu Dzar Al-Ghifari, semoga apa yang
disampaikan dapat bermanfaat. Semoga apa yang kita lakukan di dunia ini
semuanya berdasar pada akhlak-akhlak Rasulullah SAW, agar di hari akhir dan di
akhirat kelak, kita termasuk hamba-Nya yang mendapatkan syafaat dari Rasulullah
SAW. Amin ya Rabbal Alamin.
Sumber: dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar