Halaman

Rabu, 20 Maret 2013

Werkudara (6)

Kisah Perjalanan Satria “Otot Kawat Balung Wesi”

Maka setelah menyadari kesalahannya, Narada segera mencari Arjuna yang sebenarnya karena Karna telah tlah pergi entah kemana. (Ya inilah ceritanya … walau secara logis sebenarnya Narada tentu sanggup untuk mengejar Karna dan meminta kembali senjata pusaka yang telah salah diberikannya itu … sementara diterima saja dulu ceritanya he he he)

Dan setelah bertemu dengan Arjuna kemudian diceritakan kejadian sebenarnya, maka segera Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertarungan pun terjadi. Karena memang hanya sekedar ingin mempertahankan senjata yang telah diperolehnya, maka Karna meloloskan diri dengan membawa senjata Konta, walaupun sarung pembungkus pusaka tersebut telah berhasil direbut Arjuna. Namun hal itu sudah cukup berdasarkan informasi yang diberikan Narada bahwa sarung pusaka Konta tersebut terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa juga dipergunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.

Dan keajaibanpun terjadi ! Sarung senjata tadi musnah dan bersatu dalam perut saat digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Hal tersebut tentu mengundang tanda tanya dan gundah yang hadir disitu. Namun Kresna yang ikut serta menyaksikannya, berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba adalah positif karena akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Tapi kelanjutan ramalannya kemudian membuat yang hadir merasa was was, bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta saat “senjata bersatu kembali dengan warangkanya”.

Berkisah tentang Gatot kaca adalah menceritakan tentang kepahlawanan seorang satria yang mengabdikan diri untuk kejayaan negaranya yaitu Pringgodani dan Amarta, negri para pamannya. Namun tentu saja tak ada gading yang tak retak, pada kisah “Kalabendana Lena”, Gatot kaca melakukan kesalahan fatal saat membunuh pamannya sendiri yang sangat mencintai dan dicintainya hanya karena salah paham dan kejujuran Kalabendana di satu sisi dan rasa cintanya kepada adik sepupunya Abimanyu di sisi lain.

Dasanama Gatot kaca menurut pedhlangan diantaranya : Kacanegara (sebagai teladan akan cintanya kepada negara), Jabang Tetuka, Purubaya (satria tangguh menghadapi bahaya apapun), Bimasiwi (anak dari Bima), Arimbiatmaja (anak dari Arimbi), Kancingjaya (sering berperan sebagai kunci kemenangan dalam setiap peperangan) , Krincingwesi, Guritna, Guruputra, Suryanaradha. Adapun Gatot kaca mempunyai tiga anak dari istri-istrinya, yaitu : Dèwi Sumpani atau Dèwi Sumpaniwati, berputra Raden Arya Jayasumpena, Dèwi Pregiwa (putri dari Arjuna dengan Dewi Manuhara, anak Bagawan Sidik Wacana dari pertapaan Andongsumiwi) berputra bernama Raden Sasikirana, dan Dèwi Suryawati, anaknya bernama Raden Suryakaca.
<<< ooo >>>

Beberapa lakon yang melibatkan Gatotkaca, diantaranya :

Lakon “Gatot kaca Lair”
Saat masih bayi Gatot kaca dijadikan jago Kadewatan untuk membinasakan Prabu Pracona dan patihnya, Sakipu, yang mengamuk di Jonggringsaloka karena pinangannya memperistri Bathari Prabasini, ditolak Bathara Guru. Sebelum diadu perang, lebih dulu Gatot kaca dimasukkan kedalam Kawah Candradimuka dan diaduk dengan berbagai jenis senjata milik para dewa. Atas jasanya tersebut, ia mendapat anugrah dewata berupa tiga pusaka sakti, yaitu : Baju/Kutang Antakusuma, Caping Basunanda, dan Sepatu Pada Kucarma,

Lakon “Pregiwa – Pregiwati”

Endang Pregiwa dan Endang Pergiwati adalah dua anak dari Arjuna dengan Endang Manuhara.
Sebenarnya lakon ini dapat juga diikutkan dalam lakon “Abimanyu Krama” dimana Prabu Kresna mewajibkan pengantin pria didampingi oleh patah sakembaran bagi siapa saja yang berniat melamar Siti Sundari.

Ada cerita yang menarik yang mungkin jarang diangkat terkait dengan tokoh Pergiwa– Pergiwati, yaitu cantrik Janaloka. Cantrik berarti murid dari seorang pandita atau begawan yang biasanya belajar kepada gurunya disuatu tempat tertentu atau pertapaan. Saat Pergiwa dan Pergiwati berniat untuk mencari ayahnya ke Madukara, tentu saja ibunya, Endang Manuhara, dan juga kakeknya Bagawan Sidik Wacana dari pertapaan Andongsumiwi, tidak membiarkannya berpergian sendiri saja. Oleh karenanya kemudian disuruhlah cantrik Janaloka untuk mendampingi perjalanan kedua perempuan itu. Namun Bagawan Sidik Wacana mengingatkan kepada cantrik Janaloka akan satu hal, bahwa Janaloka tidak boleh melanggar tata krama terhadap Pergiwa dan Pergiwati dan bila hal tersebut dilanggarnya maka dia akan menerima malapetaka berupa kehilangan tempat berteduh, bakal merasa dahaga dan lapar terus dan kelak matinya akan teraniaya dikeroyok oleh orang banyak hingga tubuhnya dhedhel dhuwel atau mati diranjap.

Nasehat dan peringatan ini disampaikan tidak lepas dari “penerawangan” wasis sang begawan yang mampu melihat kedalam hati cantriknya Janaloka yang begitu mengagumi kecantikan dan kekenesan sosok Pergiwa Pergiwati. Dan dengan keyakinan penuh Janaloka menyetujui dan berjanji bakal menjaga Pergiwa dan Pergiwati sampai dapat berjumpa dengan ayahnya di Madukara. Namun apa yang terjadi kemudian ?

Sumber: Werkudara (6) _ wayangprabu.com.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar