Halaman

Kamis, 28 Maret 2013

Werkudara (2)

Dalam lakon Babad Mertani, dialah sebagai pelopornya membabat sehingga akhirnya ia mendapat negeri Jodipati. Kerajaan Dandun dan nama itupun dipakainya pula, karena Dandun tersebut menitis kepadanya.

Meskipun masih muda, ia telah menuntut ilmu kesempurnaan. Dengan petunjuk dari Pendeta Drona, ia dapat menggapai air suci tirta pawitra mahening suci, tersebut dalam lakon Dewa Ruci, semua karena kesentosaan semangat dan jiwa berbaktinya.

Dalam lakon Pandawa Papa, ia dapat membela Sang Irawan yang akan dimakan oleh Prabu Bakayaksa, Raja Raksasa itu dapat dibunuhnya. Sebagai balas budi. Irawan sanggup menjadi korban agar dalam Baratayuda Pandawa mendapatkan kemenangan.

Dalam lakon Partakrama, ia mencari sasrahan yang sangat berat, ialah berupa banteng sejumlah 40 ekor yang digembalakan oleh Jin Dadungawuk dan Mayanggaseta di padepokan Sendangagung.

Ia sangat bakti terhadap ibu dan kakaknya. Dalam lakon Dewamambang, ia berkorban untuk kakaknya, agar tetap bernama Puntadewa dan tetap bersinggasana di Amarta.

Waktu Sang Hyang Utipati menjalankan hukum yang tidak adil, ia menjadi raja di negeri Gilingwesi bernama Prabu Tuguwasesa, artinya menjalankan keadilan yang tegak. Ada pula yang menamakan Tuhuwasesa yang berarti keadilan yang benar atau sejati.

Dalam lakon Puntadewa Krama, ia berhasil mengalahkan Aria Gandamana yang menjadi pasanggiri Drupadi. Dan disinilah ia mendapat aji Bandung Bandawasa dari Gandamana yang mati tertusuk kuku Pancanaka.

Dalam lakon Lenga-tala, ia dapat merebut kembali dari tangan Kurawa dan ia mendapat kekebalan karena dimandikan dengan minyak tala pusaka Sang Abiyasa.

Dan … dalam Baratayuda, ia dapat memusnahkan musuh-musuh yang tak terbilang banyaknya, diantaranya Bogadenta, Patiweya, Wersaya, Dursasana, Sangkuni, Duryudana dan waktu membunuh Dursasana, ia dapat memenuhi sumpah Sang Drupadi untuk keramas dengan darah Dursasana yang dulu menghinanya pada kisah Pandawa Dadu.

Dia mempunyai Aji Pancanaka. Ajinya selalu digenggam kuat sebagai senjata perang. Ini berarti jika shalat itu dikerjakan dengan baik, ia mempunyai kekuatan yang tangguh (Effendy Zarkasi, 1977: 91).
Bagaimana sosok dan “penampakan” seorang Werkudara ?

Raut muka Bima berhidung tumpul mata thelengan, seluruhnya berwarna hitam. Bima disebut juga Bratasena dengan mengubah rambut ngore menjadi galung. Ia gagah perkasa, bermuka tajam tidak menakutkan tetapi mendekatkan, banyak bulu tanda tahan uji. Mata bulat, terbuka serta berpandangan tajam, tanda pemberani. Berkuku tanda Bayu. Memang ia adalah pusat kekuatan manusia. Kuku itu bernama Pancanaka, artinya panca = lima, kanaka = kuku. Maksudnya kuku yang berkekuatan dan ampuhnya melebihi lima macam kuku. Adapun yang dimaksud lima macam kuku, ialah kuku yang merupakan senjata, misalnya taji, gading, taring, kuku dan tanduk.

Tangan menggenggam artinya semua hal sudah digenggamnya. Berbusana keprajuritan. Pupuk jarotasem, mempunyai daya tenteram dan teguh hati. Gelung pudak sategal, berarti semerbak harum mewangi, karena semua kesempurnaan telah tersimpul olehnya, Gelung berbentuk supit urang, di muka rendah dan di belakang tinggi, menjadi lambang bahwa meskipun bermula dari asor atau kalah, akhirnya luhur juga. Sumping Surengpati, artinya sura = berani, hing pati = kematian. Maksudnya tidak takut mati itu senantiasa tersumping.

Kelat-bahu Candradimurti, candra = bulan/ bentuk/ lambang: di = lebih/baik; murti = titik, cetak, sejiwa, halus. Maksudnya, bila melihat bahunya, dapat diketahui bahwa ia adalah melambangkan budi yang bagus, berjiwa halus dan hati lurus.

Gelang Candrakirana, arti candra adalah bulan/ bentuk/ lambang dan kirana berarti sinar, pancar. Maksudnya ia selalu dilingkungi oleh pancaran bulan segala sesuatunya serba terang dan menyenangkan hati yang memandangnya. Begitupun pula tindakannya, sebagai bulan memancarnya bulan artinya dengan perhitungan, tidak menuruti hawa nafsunya.

Berikat pinggang Nagabanda, artinya: naga = ular besar, banda = ikat. Maksudnya kebengisan selalu dikendalikan. Berkampuh poleng bang bintulu aji, berwarna empat macam, merah, putih, kuning dan hitam. Warna merah simbol keberanian. Putih lambang kesucian. Kuning berarti kehidupan hasrat, dan hitam keabadian. Berporong Kepala Nagapangingriman, mempunyai daya, berkhasiat ucapannya.

Celana cinde Udaraga, artinya uda = taksiran, raga = badan. Maksudnya, segala perbuatannya selalu memakai duga prayoga, diukur dengan badan sendiri, yang ringkasnya tepa sarira. Ia mempunyai aji Bandung Bondawasa yang berkesaktian, prakosa jati wisesa, bila berjalan berprabawa angin taufan, bila diwatak kekuatannya seratus kali kekuatan gajah.

Pusakanya bernama Rujakpolo, berujud pemukul (gada) yang jika mengenai otak (polo) tentu melotot. Suaranya besar, cara bercakapnya terang tegas, penting ringkas, akhiran kata-katanya selalu anteb. Kepada siapa saja ia tidak menggunakan bahasa krama (kecuali kepada Dewa Ruci pada kisah Dewa Ruci).

Kepada saudaranya ia memberi julukan lain dari yang lain, misalnya dengan Sang
Puntadewa, Pembarep, dengan Harjuna Jlamprong, dengan Nakula Sadewa Kembar, dengan Sri Kresna Jliteng, kepada Baladewa disebutnya Bule dan lain-lain.

Ia tidak suka bertekuk lutut atau jongkok, dengan perkataan lain di mana saja ia selalu berdiri tegak, karena memang demikianlah kodratnya.       

Sumber: Werkudara (2) _ wayangprabu.com.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar