Dalam
lakon Babad Mertani, dialah sebagai pelopornya membabat sehingga akhirnya ia
mendapat negeri Jodipati. Kerajaan Dandun dan nama itupun dipakainya pula,
karena Dandun tersebut menitis kepadanya.
Meskipun
masih muda, ia telah menuntut ilmu kesempurnaan. Dengan petunjuk dari
Pendeta Drona, ia dapat menggapai air suci tirta pawitra mahening suci,
tersebut dalam lakon Dewa Ruci, semua karena kesentosaan semangat dan jiwa
berbaktinya.
Dalam
lakon Pandawa Papa, ia dapat membela Sang Irawan yang akan dimakan oleh Prabu
Bakayaksa, Raja Raksasa itu dapat dibunuhnya. Sebagai balas budi. Irawan
sanggup menjadi korban agar dalam Baratayuda Pandawa mendapatkan kemenangan.
Dalam
lakon Partakrama, ia mencari sasrahan yang sangat berat, ialah berupa banteng
sejumlah 40 ekor yang digembalakan oleh Jin Dadungawuk dan Mayanggaseta di
padepokan Sendangagung.
Ia
sangat bakti terhadap ibu dan kakaknya. Dalam lakon Dewamambang, ia berkorban
untuk kakaknya, agar tetap bernama Puntadewa dan tetap bersinggasana di Amarta.
Waktu Sang Hyang Utipati menjalankan
hukum yang tidak adil, ia menjadi raja di negeri Gilingwesi bernama Prabu
Tuguwasesa, artinya menjalankan keadilan yang tegak. Ada pula yang menamakan
Tuhuwasesa yang berarti keadilan yang benar atau sejati.
Dalam
lakon Puntadewa Krama, ia berhasil mengalahkan Aria Gandamana yang menjadi
pasanggiri Drupadi. Dan disinilah ia mendapat aji Bandung Bandawasa dari
Gandamana yang mati tertusuk kuku Pancanaka.
Dalam
lakon Lenga-tala, ia dapat merebut kembali dari tangan Kurawa dan ia mendapat
kekebalan karena dimandikan dengan minyak tala pusaka Sang Abiyasa.
Dan
… dalam Baratayuda, ia dapat memusnahkan musuh-musuh yang tak terbilang
banyaknya, diantaranya Bogadenta, Patiweya, Wersaya, Dursasana, Sangkuni,
Duryudana dan waktu membunuh Dursasana, ia dapat memenuhi sumpah Sang Drupadi
untuk keramas dengan darah Dursasana yang dulu menghinanya pada kisah Pandawa
Dadu.
Dia
mempunyai Aji Pancanaka. Ajinya selalu digenggam kuat sebagai senjata perang.
Ini berarti jika shalat itu dikerjakan dengan baik, ia mempunyai kekuatan yang
tangguh (Effendy Zarkasi, 1977: 91).
Bagaimana sosok dan “penampakan”
seorang Werkudara ?
Raut
muka Bima berhidung tumpul mata thelengan, seluruhnya berwarna hitam. Bima
disebut juga Bratasena dengan mengubah rambut ngore menjadi galung. Ia gagah
perkasa, bermuka tajam tidak menakutkan tetapi mendekatkan, banyak bulu tanda
tahan uji. Mata bulat, terbuka serta berpandangan tajam, tanda pemberani.
Berkuku tanda Bayu. Memang ia adalah pusat kekuatan manusia. Kuku itu bernama
Pancanaka, artinya panca = lima, kanaka = kuku. Maksudnya kuku yang berkekuatan
dan ampuhnya melebihi lima macam kuku. Adapun yang dimaksud lima macam kuku,
ialah kuku yang merupakan senjata, misalnya taji, gading, taring, kuku dan tanduk.
Tangan
menggenggam artinya semua hal sudah digenggamnya. Berbusana keprajuritan. Pupuk
jarotasem, mempunyai daya tenteram dan teguh hati. Gelung pudak sategal,
berarti semerbak harum mewangi, karena semua kesempurnaan telah tersimpul
olehnya, Gelung berbentuk supit urang, di muka rendah dan di belakang tinggi,
menjadi lambang bahwa meskipun bermula dari asor atau kalah, akhirnya luhur
juga. Sumping Surengpati, artinya sura = berani, hing pati = kematian.
Maksudnya tidak takut mati itu senantiasa tersumping.
Kelat-bahu
Candradimurti, candra = bulan/ bentuk/ lambang: di = lebih/baik; murti = titik,
cetak, sejiwa, halus. Maksudnya, bila melihat bahunya, dapat diketahui bahwa ia
adalah melambangkan budi yang bagus, berjiwa halus dan hati lurus.
Gelang
Candrakirana, arti candra adalah bulan/ bentuk/ lambang dan kirana berarti
sinar, pancar. Maksudnya ia selalu dilingkungi oleh pancaran bulan segala
sesuatunya serba terang dan menyenangkan hati yang memandangnya. Begitupun pula
tindakannya, sebagai bulan memancarnya bulan artinya dengan perhitungan, tidak
menuruti hawa nafsunya.
Berikat
pinggang Nagabanda, artinya: naga = ular besar, banda = ikat. Maksudnya
kebengisan selalu dikendalikan. Berkampuh poleng bang bintulu aji, berwarna
empat macam, merah, putih, kuning dan hitam. Warna merah simbol keberanian.
Putih lambang kesucian. Kuning berarti kehidupan hasrat, dan hitam keabadian.
Berporong Kepala Nagapangingriman, mempunyai daya, berkhasiat ucapannya.
Celana
cinde Udaraga, artinya uda = taksiran, raga = badan. Maksudnya, segala
perbuatannya selalu memakai duga prayoga, diukur dengan badan sendiri, yang
ringkasnya tepa sarira. Ia mempunyai aji Bandung Bondawasa yang berkesaktian,
prakosa jati wisesa, bila berjalan berprabawa angin taufan, bila diwatak
kekuatannya seratus kali kekuatan gajah.
Pusakanya
bernama Rujakpolo, berujud pemukul (gada) yang jika mengenai otak (polo) tentu
melotot. Suaranya besar, cara bercakapnya terang tegas, penting ringkas,
akhiran kata-katanya selalu anteb. Kepada siapa saja ia tidak menggunakan
bahasa krama (kecuali kepada Dewa Ruci pada kisah Dewa Ruci).
Kepada
saudaranya ia memberi julukan lain dari yang lain, misalnya dengan Sang
Puntadewa, Pembarep, dengan Harjuna Jlamprong, dengan Nakula Sadewa Kembar, dengan Sri Kresna Jliteng, kepada Baladewa disebutnya Bule dan lain-lain.
Puntadewa, Pembarep, dengan Harjuna Jlamprong, dengan Nakula Sadewa Kembar, dengan Sri Kresna Jliteng, kepada Baladewa disebutnya Bule dan lain-lain.
Ia
tidak suka bertekuk lutut atau jongkok, dengan perkataan lain di mana saja ia
selalu berdiri tegak, karena memang demikianlah kodratnya.
Sumber: Werkudara (2) _
wayangprabu.com.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar